Senin, 26 Maret 2012

tokoh yg mempunyai mental yg sehat


Hirotada Ototake lahir tanpa lengan dan kaki. Orang tuanya memutuskan bahwa Oto – panggilannya -- harus “hidup normal”, dengan tidak memberikan perlakuan khusus di rumah maupun sekolah. Dan Oto sanggup bermain bola basket, pandai memasak dan masuk Universitas Waseda yang tersohor itu.

Meski dilahirkan cacat, namun Ototake tidak menyerah. Dia tetap percaya diri dan melakukan yang terbaik demi meraih cita-citanya.

Pada bulan April 2007, Oto, untuk pertama kalinya, menjalani profesi baru sebagai guru SD full-time.Ototake mendapatkan kepercayaan dari Dinas Pendidikan Tokyo untuk mengajar olahraga dan kesehatan di SD Suginamiku, Tokyo.Sebelumnya,selain menulis buku dan artikel, Ototake adalah pekerja paruh waktu di sekolah itu.

”Saya sangat berterima kasih kepada semua pihak yang sudi memberikan kepercayaan kepada saya untuk mengemban tanggung jawab ini.Saya berharap kehadiran saya di sekolah ini dapat memberikan yang terbaik bagi para murid,”kata Ototake kepada sejumlah wartawan yang meliput hari pertamanya sebagai guru full-time. Ototake mengaku ingin menjadi guru pada awal 2005 lalu. Ototake menilai, dengan profesi itu dia dapat mendidik plus membimbing para murid untuk menghargai setiap potensi yang dimiliki. Ototake yakin dengan kekurangan dan pengalaman yang dimiliki,dirinya dapat lebih meyakinkan anak didiknya tentang arti kemampuan diri.

”Saya ingin semua orang, terutama murid-murid saya dapat mengenali, menggali dan mengembangkan setiap potensi yang mereka miliki.Saya yakin,dengan cara ini,seseorang akan dapat meraih apa yang mereka cita-citakan,”kata Ototake mantap. Guna menguasai ilmu paedagogi (ilmu mengajar), lulusan ilmu komunikasi Waseda University ini rela menempuh studi lanjutan selama dua tahun di Meisei University.Dari sini,Ototake berkesempatan magang di SD Suginamiku pada Oktober lalu Di sini,Ototake dipercaya mengajar siswa kelas dua. Selain dengan metode ceramah, Ototake juga menggunakan bantuan komputer dan proyektor sebagai alat bantu mengajar.

Ototake mengoperasikan alat-alat tersebut dengan pensil yang dijepitkan antara dagu dan pangkal lengan. Ototake pertama kali dikenal publik Jepang pada 1998. Saat itu, dia sukses menulis buku berjudul Gotai Fumanzoku (Nobody’s Perfect). Buku yang mengisahkan perjalanan hidup Ototake sebagai penyandang cacat itu berhasil membuat pembacanya kagum dan bersimpati. Tidak hanya itu,buku tersebut mengilhami Pemerintah Jepang untuk memperlakukan para penyandang cacat dengan semestinya. Banyak fasilitas umum seperti mal, gedung perkantoran, dan sekolahan di Jepang yang awalnya tidak dilengkapi fasilitas khusus penyandang cacat akhirnya membangun fasilitas itu.Tak ayal,buku yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Korea,Inggris,dan China itu terjual lebih dari 4 juta kopi.

Dari sini,Ototake mendapat kesempatan untuk menjadi pembicara seminar, lokakarya hingga presenter sebuah televisi.Perlahan namun pasti, sosok Ototake menjelma menjadi seorang individu yang mapan dan karismatik. Meski demikian, Ototake tetap bersahaja dan rendah hati.Terbukti, dia justru terjun ke dunia pendidikan demi memperjuangkan idealismenya. Ototake mengaku ingin melakukan sesuatu yang tak kalah berharganya, yakni menikah dan punya anak. Namun, Ototake belum tahu dengan siapa dirinya akan menikah. Dia hanya mengatakan bahwa seorang wanita cantik saat ini telah ada di dalam lubuk hatinya. ”Seperti halnya laki-laki normal lain, saya juga ingin menikah dan punya anak,”katanya tersenyum.

Pejabat National Federation of Physically Handicapped People (Federasi Nasional Penyandang Cacat) Inagaki Hiroki menyebut keberhasilan Ototake sebagai sesuatu yang patut dibanggakan.Selain berhasil meraih kesuksesan dengan segala keterbatasan, Ototake juga mampu mengubah imej warga Jepang terhadap dua juta penyandang cacat di Negeri Matahari Terbit itu. ”Dia punya cara unik dalam menggalang kepedulian publik tentang nasib para penyandang cacat,” pujinya. Tidak mudah bagi Ototake untuk menjadi seperti sekarang ini. Terlahir sebagai orang cacat (lahir tanpa tangan dan kaki) Ototake harus jatuh bangun demi meraih cita-cita. Namun, semua itu dilakukan Ototake dengan penuh keikhlasan dan semangat yang tinggi.

Tanpa malu, dia melewati semua tahapan untuk sukses, termasuk menempuh pendidikan formal dari tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Layaknya orang normal, usia lima tahun Ototake masuk sekolah TK. Di sini, Ototake menemukan pengalaman yang tidak pernah dia dapatkan sebelumnya. Jika sebelum masuk sekolah Ototake lebih banyak tinggal di dalam rumah, saat itu Ototake harus berinteraksi dengan anak-anak sebayanya. Tak jarang sebagian teman-teman Ototake mengejeknya karena tidak bisa berjalan. Beruntung orangtua Ototake tahu apa yang harus dilakukan. Ayahnya, yang berprofesi sebagai arsitek, tetap mendukung kemauan anaknya untuk hidup normal dan meraih cita-cita.

Seiring berjalannya waktu, Ototake berhasil mengatasi masalah sosialnya. Bahkan, sewaktu duduk di bangku SD,Ototake menjadi kebanggaan tersendiri bagi teman-temannya.”Mereka senang melihat saya yang ke mana-mana harus menggunakan kursi roda elektrik.Mereka juga kagum karena saya bisa menulis dengan pensil yang dijepitkan antara dagu dan lengan,”kenangnya. ”Kehebatan” Ototake berlanjut hingga jenjang SMP dan SMA. Dia sempat beberapa kali dipercaya menjadi ketua organisasi intrasekolah. Dari sini, Ototake kerap mengadakan peristiwa-peristiwa budaya dan sosial. Karenanya tak heran jika sosok Ototake begitu dibanggakan rekan-rekannya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar